Masjid Bingkudu Agam

Masjid Bingkudu dengan bangunan lain dan kolam di sekitarnya antara tahun 1890–1916
-----------
Masjid Bingkudu (kadang dieja atau ditulis Masjid Bengkudu dan disebut juga dengan Masjid Jamik Bingkudu) adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang didirikan oleh kaum Padri di
tengah kecamuk perang Padri di Sumatera Barat pada tahun 1823. Masjid dengan arsitektur khas Minangkabau ini terletak di Jorong Bingkudu, Nagari Canduang Koto Laweh, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Saat mulai didirikan, bangunan masjid ini terbuat dari bahan kayu, mulai dari lantai, tiang, hingga dinding masjid. Saat ini, selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam dan sarana pendidikan agama bagi pelajar, Masjid Bingkudu juga digunakan sebagai kantor pusat Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan Jorong Bingkudu. Bahkan jauh sebelumnya, telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Agam sebagai cagar budaya pada tahun 1989. Sehingga pada tahun 1991, masjid ini mulai mengalami pemugaran secara keseluruhan.

Masjid Bingkudu dan kolam di sekitarnya pada tahun 2012
------------
Arsitektur
Selain keasliannya yang tetap terjaga, arsitektur pada masjid ini juga sangat mudah untuk dikenali, terutama pada bentuk atap yang terdiri dari 3 tingkatan dengan sedikit cekungan. Saat mulai didirikan, masjid ini memakai sistem pasak, yaitu pola bangunan yang tidak menggunakan paku pada setiap sambungan kayu. Bangunan masjid yang terletak di kaki gunung Marapi pada ketinggian 1.050 m di atas permukaan laut ini, dibangun di sebidang tanah seluas 60 x 60 meter persegi, dengan luas bangunan 21 x 21 meter. Sedangkan tinggi bangunan dari permukaan tanah sampai ke puncak (atap) adalah sekitar 19 meter. Masjid ini memiliki konstruksi bangunan yang terbuat dari kayu dengan tatanan atap bertingkat 3 berbahan ijuk. Seperti halnya Rumah Gadang, bangunan masjid ini memiliki kandang atau kolong setinggi 1,5 meter. Sebelumnya, atap ijuk pada masjid ini sempat diganti dengan seng pada tahun 1957. Penggantian tersebut dilakukan oleh masyarakat setempat mengingat kondisi atap ijuk yang telah lapuk dimakan usia. Kemudian 2 tahun setelah masjid ini ditetapkan sebagai cagar budaya dan diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Agam pada tahun 1989, masjid ini mengalami pemugaran secara keseluruhan. Sehingga atap masjid yang telah diganti menjadi seng dikembalikan ke ijuk, dan bagian-bagian yang lapuk diganti lalu dicat lagi sebagaimana aslinya. Pemugaran masjid ini sendiri pada tahun 1989 dilakukan oleh Proyek Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat dengan jenis pekerjaan pembongkaran dan pemasangan kembali atap, plafon, jendela, dan menara. Kemudian dilanjutkan dengan pemugaran 1 makam, tempat wudu, mimbar, mihrab, kolam, pemasangan penangkal petir pada menara, penataan lingkungan, pengecatan ulang, dan pembuatan pintu gerbang. ( id.wikipedia )